LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR .... TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN



LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  ....  TAHUN 2014
TENTANG
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PEDOMAN PENGEMBANGAN

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN




I.      PENDAHULUAN


Kurikulum 2013 dilaksanakan mulai tahun 2013. Dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 disusun perangkat kurikulum yang meliputi:
1.     Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
2.     Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
3.     Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
4.     Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.
5.     Pedoman Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
6.     Pedoman Muatan Lokal Kurikulum 2013.
7.     Pedoman Kegiatan Ektrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
8.     Pedoman Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
9.     Pedoman Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
10.  Pedoman Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
11.  Pedoman Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
12.  Pedoman Evaluasi Kurikulum 2013.
13.  Pedoman Peminatan pada Pendidikan Menengah.
14.  Pedoman Pendampingan Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
15.  Pedoman Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah

Pedoman ini khusus mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil yang berjumlah sekitar 17.504. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan berbagai keragaman. Keragaman yang menjadi karakteristik dan keunikan Indonesia antara lain geografis, potensi sumber daya, ketersediaan sarana dan prasarana, latar belakang dan kondisi sosial budaya, dan keragaman lainnya yang terdapat di setiap daerah. Keragaman tersebut selanjutnya melahirkan pula tingkatan kebutuhan dan tantangan pengembangan yang berbeda antardaerah dalam rangka meningkatkan mutu dan mencerdaskan kehidupan masyarakat di setiap daerah.
Terkait dengan pembangunan pendidikan, masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah. Kurikulum sebagai jantung pendidikan perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik di masa kini dan masa mendatang.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
·           Pasal 36 ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
·           Pasal 36 ayat (3) menyebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
·           Pasal 38 ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan:
·           Pasal 77A ayat (1) menyebutkan bahwa Kerangka Dasar Kurikulum berisi landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
·           Pasal 77A ayat (2) menyebutkan bahwa Kerangka Dasar Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai: a. acuan dalam Pengembangan Struktur Kurikulum pada tingkat nasional; b. acuan dalam Pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah; dan c. pedoman dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Dari amanat undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut ditegaskan bahwa:
·           Kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi, untuk melakukan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan ciri khas potensi yang ada di daerah serta peserta didik;
·           Kurikulum dikembangkan dan diimplementasikan pada tingkat satuan pendidikan.

Kurikulum operasional yang dikembangkan dan diimplementasikan oleh satuan pendidikan diwujudkan dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).



II.    TUJUAN PEDOMAN


Tujuan pedoman ini untuk menjadi acuan bagi:
1.     kepala sekolah/madrasah dan tenaga pendidik dalam menyusun dan mengelola KTSP secara optimal di satuan pendidikan;
2.     dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dalam melakukan koordinasi dan supervisi penyusunan dan pengelolaan kurikulum di setiap satuan pendidikan; dan
3.     pemangku kepentingan bidang pendidikan dalam membantu penyusunan kurikulum.


III.  KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN


A.     Pengertian
Pengertian dari beberapa istilah yang terdapat dalam pedoman ini sebagai berikut.
1.     KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Pengembangan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dan pedoman implementasi Kurikulum. KTSP dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah/madrasah, dan kemudian disahkan oleh kepala dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
2.     Visi adalah cita-cita bersama pada masa mendatang dari warga satuan pendidikan, yang dirumuskan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.
3.     Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau harus dilaksanakan sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu untuk menjadi rujukan bagi penyusunan program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, dengan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.
4.     Tujuan pendidikan adalah gambaran tingkat kualitas yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu maksimal 4 (empat) tahun oleh setiap satuan pendidikan dengan mengacu pada karakteristik dan/atau keunikan setiap satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan, satuan pendidikan dapat melakukan evaluasi.

B.    Komponen
Komponen KTSP meliputi 3 dokumen. Dokumen 1 yang disebut dengan Buku I KTSP berisi sekurang-kurangnya visi, misi, tujuan, muatan, pengaturan beban belajar, dan kalender pendidikan. Dokumen 2 yang disebut dengan Buku II KTSP berisi silabus dan dokumen 3 yang disebut dengan Buku III KTSP berisi rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun sesuai potensi, minat, bakat, dan kemampuan peserta didik di lingkungan belajar. Penyusunan Buku I KTSP menjadi tanggung jawab kepala sekolah/madrasah, sedangkan penyusunan Buku III KTSP menjadi tanggung jawab masing-masing tenaga pendidik. Buku II KTSP sudah disusun oleh Pemerintah.
1.     Visi, Misi, dan Tujuan:
a.     Visi Satuan Pendidikan
1)     Satuan Pendidikan merumuskan dan menetapkan visi serta mengembangkannya.
2)     Visi Satuan Pendidikan:
a)     dijadikan sebagai cita-cita bersama warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang;
b)     mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan;
c)     dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga satuan pendidikan dan pihak-pihak yang berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;
d)     diputuskan oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah;
e)     disosialisasikan kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan;
f)      ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.
b.     Misi Satuan Pendidikan
1)     Satuan Pendidikan merumuskan dan menetapkan misi serta mengembangkannya.
2)     Misi Satuan Pendidikan:
a)     memberikan arah dalam mewujudkan visi satuan pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;
b)     merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;
c)     menjadi dasar program pokok satuan pendidikan;
d)     menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh satuan pendidikan;
e)     memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program satuan pendidikan;
f)      memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan unit satuan pendidikan yang terlibat;
g)     dirumuskan berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;
h)    disosialisasikan kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan;
i)      ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.
c.     Tujuan Satuan Pendidikan
1)     Satuan Pendidikan merumuskan dan menetapkan tujuan serta mengembangkannya.
2)     Tujuan Satuan Pendidikan:
a)     menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan);
b)     mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan masyarakat;
c)     mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh satuan pendidikan dan Pemerintah;
d)     mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;
e)     disosialisasikan kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan.
2.     Muatan Kurikuler
Muatan KTSP terdiri atas muatan nasional dan muatan lokal. Muatan KTSP diwujudkan dalam bentuk struktur kurikulum satuan pendidikan dan penjelasannya.
a.     Muatan nasional
Muatan kurikulum pada tingkat nasional terdiri atas kelompok mata pelajaran A, kelompok mata pelajaran B, dan khusus untuk SMA/MA/SMK/MAK ditambah dengan kelompok mata pelajaran C (peminatan), termasuk bimbingan konseling dan ekstrakurikuler wajib pendidikan kepramukaan.
b.     Muatan lokal
Muatan lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dan/atau satuan pendidikan dapat berbentuk sejumlah bahan kajian terhadap keunggulan dan kearifan daerah tempat tinggalnya yang menjadi:
1)     bagian mata pelajaran kelompok B; dan/atau
2)     mata pelajaran yang berdiri sendiri pada kelompok B sebagai mata pelajaran muatan lokal dalam hal pengintegrasian tidak dapat dilakukan.
Bimbingan konseling dapat diselenggarakan melalui tatap muka di kelas sebagai muatan kurikulum yang ditetapkan pada tingkat satuan pendidikan.
3.     Pengaturan Beban Belajar dan Beban Kerja sebagai Pendidik
a.     Beban belajar diatur dalam Sistem Paket atau Sistem Kredit Semester.
1)     Sistem Paket
Beban belajar dengan sistem paket sebagaimana diatur dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan merupakan pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester gasal dan genap dalam satu tahun ajaran. Beban belajar pada sistem paket terdiri atas pembelajaran tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri.
Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 40% untuk SD/MI, maksimal 50% untuk SMP/MTs, dan maksimal 60% untuk SMA/MA/SMK/MAK dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan.
2)     Sistem Kredit Semester
Sistem Kredit Semester (SKS) dapat diselenggarakan pada SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK yang terakreditasi A dari BAN S/M. Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks).
Beban belajar kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri pada satuan pendidikan yang menggunakan SKS mengikuti aturan sebagai berikut:
a)     Pada SMP/MTs 1 (satu) sks terdiri atas: 40 menit kegiatan tatap muka, 40 menit kegiatan terstruktur, dan 40 menit kegiatan mandiri.
b)     Pada SMA/MA/SMK/MAK 1 (satu) sks terdiri atas: 45 menit kegiatan tatap muka, 45 menit kegiatan terstruktur, dan 45 menit kegiatan mandiri.
b.     Beban Belajar Tambahan
Satuan pendidikan boleh menambah beban belajar berdasarkan pertimbangan kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya, dan faktor lain yang dianggap penting oleh satuan pendidikan dan/atau daerah, atas beban pemerintah daerah atau satuan pendidikan yang menetapkannya.
4.     Kalender Pendidikan
Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan. Kalender pendidikan merupakan pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
a.     Permulaan Tahun Ajaran
Permulaan tahun ajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun ajaran pada setiap satuan pendidikan.
b.     Pengaturan Waktu Belajar Efektif
1)     Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun ajaran pada setiap satuan pendidikan, 
2)     Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu yang meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan lain yang dianggap penting oleh satuan pendidikan, yang pengaturannya disesuaikan dengan keadaan dan kondisi daerah.
c.     Pengaturan Waktu Libur
Penetapan waktu libur dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku tentang hari libur, baik nasional maupun daerah. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antarsemester, libur akhir tahun ajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.
Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur, dan kegiatan lainnya tertera pada Tabel berikut ini.

Tabel 1: Alokasi Waktu pada Kalender Pendidikan
NO
KEGIATAN
ALOKASI WAKTU
KETERANGAN
1.   
Minggu efektif  belajar reguler setiap tahun
(Kelas I-V, VII-VIII, X-XI)
Minimal 36 minggu
Digunakan untuk kegiatan pembelajaran efektif pada setiap satuan pendidikan
2.   
Minggu efektif semester ganjil tahun terakhir setiap satuan pendidikan (Kelas VI, IX, dan XII)
Minimal 18 minggu
3.   
Minggu efektif semester genap tahun terakhir setiap satuan pendidikan (Kelas VI, IX, dan XII)
Minimal 14 minggu
4.   
Jeda tengah semester
Maksimal 2 minggu
Satu minggu setiap semester
5.   
Jeda antarsemester
Maksimal 2 minggu
Antara semester I dan II
6.   
Libur akhir tahun ajaran
Maksimal 3 minggu
Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun ajaran
7.    
Hari libur keagamaan
Maksimal 4 minggu
Daerah khusus yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
8.    
Hari libur umum/nasional
Maksimal 2 minggu
Disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
9.    
Hari libur khusus
Maksimal 1 minggu
Untuk satuan pendidikan sesuai dengan ciri kekhususan masing-masing
10.         
Kegiatan khusus satuan pendidikan
Maksimal 3 minggu
Digunakan untuk kegiatan yang diprogramkan secara khusus oleh satuan pendidikan tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif

C.    Acuan Konseptual
1.     Peningkatan Iman, Takwa, dan Akhlak Mulia
Iman, takwa, dan akhlak mulia menjadi dasar pengembangan kepribadian peserta didik secara utuh. KTSP disusun agar semua mata pelajaran dapat meningkatkan iman, takwa, dan akhlak mulia.
2.     Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama
Kurikulum dikembangkan untuk memelihara dan meningkatkan toleransi dan kerukunan interumat dan antarumat beragama.
3.     Persatuan Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan
Kurikulum diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus menumbuhkembangkan wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
4.     Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Bakat, dan Minat sesuai dengan Tingkat Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik
Pendidikan merupakan proses holistik/sistemik dan sistematik untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, bakat, minat, serta tingkat perkembangan kecerdasan; intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
5.     Kesetaraan Warga Negara Memperoleh Pendidikan Bermutu
Kurikulum diarahkan kepada pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang holistik dan berkeadilan dengan memperhatikan kesetaraan warga negara memperoleh pendidikan bermutu.
6.     Kebutuhan Kompetensi Masa Depan
Kompetensi peserta didik yang diperlukan antara lain berpikir kritis dan membuat keputusan, memecahkan masalah yang kompleks secara lintas bidang keilmuan, berpikir kreatif dan kewirausahaan, berkomunikasi dan berkolaborasi, menggunakan pengetahuan kesempatan secara inovatif, mengelola keuangan, kesehatan, dan tanggung jawab warga negara.
7.     Tuntutan Dunia Kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu mengembangkan jiwa kewirausahaan dan kecakapan hidup untuk membekali peserta didik dalam melanjutkan studi dan/atau memasuki dunia kerja. Terlebih bagi peserta didik pada satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
8.     Perkembangan Ipteks
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana Ipteks sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan penyesuaian terhadap perkembangan Ipteks sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ipteks.
9.     Keragaman Potensi dan Karakteristik Daerah serta Lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah dan lingkungan.
10. Tuntutan Pembangunan Daerah dan Nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi, kurikulum adalah salah satu media pengikat dan pengembang keutuhan bangsa yang dapat mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan daerah dan nasional.

11. Dinamika Perkembangan Global
Kurikulum dikembangkan untuk meningkatkan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan bangsa lain.
12. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Setempat
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat ditumbuhkembangkan terlebih dahulu sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
13. Karakteristik Satuan Pendidikan
Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kondisi dan ciri khas satuan pendidikan.

D.    Prinsip Pengembangan
Prinsip pengembangan KTSP:
1.     Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya pada masa kini dan yang akan datang.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan pada masa kini dan yang akan datang. Memiliki posisi sentral berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada peserta didik.
2.     Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan kemampuan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
3.     Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarjenjang pendidikan.

E.     Prosedur Operasional
Prosedur operasional pengembangan KTSP sekurang-kurangnya meliputi:
1.     Analisis mencakup:
a.     analisis ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kurikulum;
b.     analisis kebutuhan peserta didik, satuan pendidikan, dan lingkungan; dan
c.     analisis ketersediaan sumber daya pendidikan.
2.     Penyusunan mencakup:
a.     perumusan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan;
b.     pengorganisasian muatan kurikuler satuan pendidikan;
c.     pengaturan beban belajar peserta didik dan beban kerja pendidik tingkat kelas;
d.     penyusunan kalender pendidikan satuan pendidikan;
e.     penyusunan silabus muatan atau mata pelajaran muatan lokal; dan
f.      penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran setiap muatan pembelajaran.
3.     Penetapan dilakukan kepala sekolah/madrasah berdasarkan hasil rapat dewan pendidik satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah/madrasah.
4.     Pengesahan dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

F.     Mekanisme
1.     Pengembangan
Pengembangan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan satuan pendidikan. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja satuan pendidikan dan/atau kelompok satuan pendidikan yang diselenggarakan sebelum tahun ajaran baru.
Tahap kegiatan pengembangan KTSP secara garis besar meliputi: (1) penyusunan draf berdasarkan analisis konteks; (2) reviu, revisi, dan finalisasi; serta (3) pengesahan oleh pejabat yang berwenang. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim pengembang kurikulum satuan pendidikan.
Dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melakukan koordinasi dan supervisi.
2.     Pelaksanaan
Pelaksanaan KTSP merupakan tanggung jawab bersama seluruh unsur satuan pendidikan yakni kepala sekolah/madrasah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
3.     Daya Dukung
Daya dukung pengembangan dan pelaksanaan KTSP meliputi:
a.     Kebijakan Satuan Pendidikan
Pengembangan dan pelaksanaan KTSP merupakan kewenangan dan tanggung jawab penuh dari satuan pendidikan. Oleh karena itu untuk dapat mengembangkan dan melaksanakan KTSP diperlukan kebijakan satuan pendidikan yang ditetapkan dalam rapat satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah/madrasah baik langsung maupun tidak langsung.
b.     Ketersediaan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pengembangan dan pelaksanaan KTSP merupakan proses perwujudan kurikulum yang sesungguhnya. Oleh karena itu tenaga pendidik merupakan unsur yang mutlak diperlukan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Selain itu tenaga kependidikan pada masing-masing satuan pendidikan sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan KTSP.
c.     Ketersediaan Sarana dan Prasarana Satuan Pendidikan
Pengembangan dan pelaksanaan KTSP memerlukan dukungan berupa ketersediaan sarana dan prasarana satuan pendidikan. Yang termasuk sarana satuan pendidikan adalah segala kebutuhan fisik, sosial, dan kultural yang diperlukan untuk mewujudkan proses pendidikan pada satuan pendidikan. Selain itu unsur prasarana seperti lahan, gedung/bangunan, prasarana olahraga dan prasarana kesenian, serta prasarana lainnya sangat diperlukan sebagai unsur penunjang yang memberikan kemudahan pelaksanaan KTSP.


IV.  PIHAK YANG TERLIBAT


Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan KTSP antara lain :
1.     Tim pengembang kurikulum satuan pendidikan terdiri atas: tenaga pendidik, konselor (kecuali SD/SDLB/MI), dan kepala sekolah/madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan pengembangan KTSP, tim pengembang kurikulum satuan pendidikan dapat mengikutsertakan komite sekolah/madrasah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait.
2.     Dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melakukan koordinasi dan supervisi.


V.    PENUTUP


Pedoman ini disusun sebagai acuan pengembangan KTSP oleh satuan pendidikan.


MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,



MOHAMMAD NUH


Telah diperiksa dan disetujui oleh:
Karo Hukor
Kepala Balitbang
Plt. Dirjen Dikdas
Dirjen Dikmen
Sesjen








Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR .... TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN "

Post a Comment